Akulturasi Rasa Dalam Kuliner Semarangan
Wednesday, December 19, 2018
Traveling makin afdol dengan menyicipi kuliner khas daerah-daerah yang
dikunjungi. Begitu juga saya. Dengan catatan nggak lagi bokek. Wkwkwkwk.. Klo pas bokek mah, bisa jalan aja udah
bahagia.
Nah, kali ini saya mau ngenalin beberapa sajian khas
Semarang, yang sebagian resepnya merupakan hasil akulturasi. Yuk... ^^
Kedatangan para
saudagar, pedagang maupun penduduk dari sejumlah negara ratusan tahun silam tak
hanya memengaruhi kebudayaan khas Semarang, tapi juga citarasa kulinernya. Sentuhan
racikan ala Tiongkok, Belanda, Arab dan Jawa hadir dalam sejumlah sajian yang
kini dikenal dengan #KulinerPeranakan. Gambaran sebuah harmoni antar etnis, yang merupakan bagian
dari Pesona Indonesia.
Ini dia beberapa diantaranya :
1.
Lontong Cap Go Meh
Sajian yang merupakan perpaduan antara budaya Tiongkok dan Jawa ini
cukup terkenal di Semarang. Sepiring, bisa berisi hingga 13 macam. Utamanya,
irisan lontong, suwiran ayam opor, sambal goreng ati, sayur lodeh, telur
pindang, oseng buncis, kelapa parut sangrai serta taburan bubuk kedelai.
“Lontong, ayam opor dan sambal goreng ati identik dengan sajian khas
masyarakat Jawa saat Lebaran Ketupat atau bahasa Jawa-nya ‘Bodo Kupat’,”ujar
pemerhati budaya yang juga pemilik Restoran Semarang, Jongkie Tio.
Sajian tersebut diadaptasi oleh para pendatang yang berasal dari
Tiongkok. Ketupat diganti dengan lontong yang bila dipotong akan berbentuk
bulat, diibaratkan bulan purnama. Lauk pendamping disajikan lebih beragam.
Rasanya, hmm,, nikmat. Kuah santan dari opor tidak terlalu pekat,
cocok dicampur dengan aneka lauk. Per macam memberikan sensasi rasa tersendiri.
Manis, pedas, dan gurih. Terasa lebih mantap dalam menyantap bila semua
dicampur rata.
Dahulu, sajian ini dihidangkan pada hari ke-15 setelah perayaan
Imlek. Ternyata kenikmatan rasa menjadikannya salah satu sajian favorit. Kini,
Lontong Cap Go Meh bisa ditemui di sejumlah resto maupun kedai, meski tidak
bertepatan dengan perayaan.
Diantaranya, di Resto Semarang yang berlokasi di Jalan Gajahmada,
Kedai 55 di Jalan Puri Anjasmoro K6/19 dan Chanadia di Jalan Erlangga Barat. Untuk
yang potret, Lontong Cap Gomeh dari Resto Chanadia.
![]() |
Lontong Cap Gomeh yang saya cicipi di Chanadia Resto |
2.
Gulai Bustaman
Nama Bustaman merujuk pada sebuah Kampung di Kota Semarang. Dahulu,
kawasan ini merupakan salah satu pusat pemotongan dan pengolahan daging
kambing. Racikan gulai muncul turun temurun sebagai perpaduan antara resep ala
Jawa dan Gujarat.
Gulai Bustaman Pak Sabar menjadi salah satu yang cukup ternama.
Berlokasi tak jauh dari Gereja Blendug Kawasan Kota Lama, kedai ini kerap
disinggahi tak hanya oleh warga lokal tapi juga pelancong, baik domestik maupun
mancanegara.
“Saya generasi ketiga yang ikut mengelola kedai ini. Pak Sabar
menurunkan resep yang didapatnya dari para Kojo ke anaknya hingga generasi
saya,”kata Solikhin, keponakan yang kini ikut mengelola kedai tersebut.
Ciri khas gulai ini adalah kuah segarnya. Ya, berbeda dengan gulai
pada umumnya yang mengandalkan rasa gurih dari santan, gulai Bustaman justru
tidak menuangkan santan dalam olahannya.
Kunci kenikmatannya terdapat pada racikan rempah, kemiri serta
kelapa sangrai. Bagi penikmat pedas, cabai rawit siap digerus di atas piring,
kemudian disiram kuah beserta isian sesuai pilihan, cukup daging atau komplit
dengan irisan jeroan.
Kedai ini buka tiap hari mulai pukul 08.00 – 17.00 untuk hari biasa,
di akhir pekan bisa sampai malam atau sehabisnya. Nah, untuk yang jalan-jalan
di seputar kawasan Kota Lama, bisa sekalian mampir menyicipi gurih dan segarnya
Gulai Bustaman.
![]() |
Gulai Bustaman Pak Sabar. Kuahnya segar, penyuka pedas bisa minta extra cabai setan ulek. Joss |
3.
Lunpia
Ikon kuliner Semarang ini dikenal sebagai perpaduan rasa antara
Tionghoa dan Jawa. Kali pertama dipelopori oleh pasangan yang berasal dari dua
etnis tersebut, kemudian diwariskan turun temurun.
Sebagai sajian khas, tentunya banyak ditemui di banyak lokasi di
Semarang. Beberapa yang cukup tersohor diantaranya Lunpia Semarang Gang Lombok
No.11 yang berdekatan dengen Klenteng Tay Kak Sie, kemudian Lunpia Mataram,
Lunpia Mbak Lien serta Lunpia Cik Meme.
Satu gulungan lunpia berisi irisan rebung, telur dan ayam atau udang
yang digoreng dengan racikan bumbu. Semakin nikmat bila dicocol dengan saus
khas bercitarasa manis, acar timun, selada dan daun bawang.
Sebagian pengusaha lunpia bertahan dengan keaslian rasa, sebagian
juga mengembangkan berbagai varian tanpa meninggalkan kekhasannya. Seperti yang
kali ini saya cicipi, Lunpia Cik Meme yang berlokasi di Jalan Gajahmada. Selain
versi original, juga terdapat sejumlah varian rasa yang ditawarkan.
Selain dinikmati di tempat, boleh juga dijadikan oleh-oleh. Hanya
saja, untuk beberapa kedai, seperti yang di Gang Lombok, datanglah lebih awal,
karena biasanya antrean cukup panjang.
![]() |
Lunpia Cik Meme rasa original |
4.
Tahu Pong Gajahmada
Semarang juga memiliki kuliner berbahan tahu yang tak kalah legendaris
lho. Tahu Pong namanya. Dinamai demikian, berasal dari kata Kopong yang artinya kosong. Ya, untuk
sajian original, sepiring berisi irisan tahu goreng tanpa isian. Satu piring
lagi berisi bumbu kuah untuk cocolan, terdiri dari kecap, cacahan bawang, petis
serta racikan bumbu.
Cara memakannya, tahu yang masih sedikit panas usai digoreng bisa
dicocol ke dalam bumbu kuah, atau dibalik, kuah disiramkan ke tahu. Bebas,
tergantung selera. Sajian makin nikmat dengan pelengkap acar lobak atau timun.
Tahu Pong Semarang yang berlokasi di Jalan Gajahmada, tak jauh dari
Hotel Gumaya ini menjadi salah satu yang cukup terkenal. Kedai yang buka mulai
pukul 10.00 hingga 20.00 ini juga menyajikan kombinasi tahu pong dengan menu
lain. Diantaranya tahu emplek atau tahu putih padat, telur rebus yang digoreng
serta gimbal.
![]() |
Tahu Pong Gajahmada |
5.
Wedang Tahu
Sajian beraroma ‘Tionghoa’ juga hadir dalam semangkuk wedang tahu.
Hidangan ini berisi kembang tahu dan air jahe.
Lembutnya kembang tahu nyaris menyerupai pudding, dengan rasa mirip-mirip
susu kedelai. Berpadu hangat dan manisnya air jahe. Tepat dinikmati saat musim
hujan seperti ini.
Wedang ini juga cukup banyak dijual di kedai-kedai maupun pedagang yang
berkeliling menggunakan pikulan. Seperti yang saya nikmati kali ini, Wedang
Tahu Pak Slamet yang mangkal dan berkeliling di sekitar kawasan Pecinan.
![]() |
Wedang Tahu Pak Slamet |
6.
Tahu Gimbal
Masih seputar tahu, adalagi kuliner khas Semarang berbahan olahan
tersebut. Tahu Gimbal. Sajian ini cukup merakyat, bisa ditemui di sejumlah
pedagang kaki lima yang mangkal di beberapa lokasi, ada pula yang menjajakan
berkeliling dengan gerobak dorong.
Beberapa yang cukup terkenal terdapat di seputaran Simpanglima,
kemudian Tahu Gimbal Pak Edi di sekitar Taman Indonesia Kaya dan Tahu Gimbal
Pak Ndut di Jalan Veteran.
Bahan utama santapan ini terdiri dari potongan tahu goreng dan
bakwan udang yang digoreng garing. Nah,
dari penjelasan para pedagang tersebut, gimbal ternyata sebutan untuk udang bagi
orang Semarang.
Dua bahan utama tersebut dilengkapi dengan lontong atau ketupat
serta irisan kubis. Masih ada satu lagi kunci kenikmatannya, siraman kuah
kacang yang telah digerus bersama racikan rempah. Patut dicoba.
![]() |
Tahu Gimbal Pak Ndut Jalan Veteran. Joss. |
7.
Tahu Petis
Tahu petis, jajanan kaki lima ini juga merupakan salah satu kudapan
khas Semarang. Bahan dasarnya tak jauh beda dari tahu pong. Yaitu tahu goreng
yang dalamnya kosong. Tahu kemudian dibelah dan diisi oleh saus berwarna hitam,
biasanya berasal dari udang yang diracik dengan sejumlah bumbu.
Sajian ini sangat mudah ditemui, hampir semua penjaja gorengan di
tiap sudut kota Semarang menyediakan kudapan tersebut. Bahkan salah satu tempat
nongkrong tak jauh dari kampus Udinus, juga menyediakan tahu petis sebagai menu
andalan. Yaitu Tahu Petis Yudhistira yang berlokasi di Jalan Yudistira. Bagi
yang akhirnya jatuh cinta dengan tahu petis, kedai ini juga menyediakan petis
dalam kemasan lho, bisa dibungkus
jadikan oleh-oleh.
![]() |
Tahu Petis Yudhistira. Favorit. Petisnya mantab. |
8.
Nasi Ayam Bu Wido
Sajian tradisional satu ini juga tidak kalah populer. Nasi beserta
suwiran ayam opor, irisan telur pindang, dan sayur labu dengan bubuhan santan
kental disajikan dalam sepincuk daun pisang. Gurih, pedas dan manis.
Salah satu yang cukup legendaris adalah Warung Nasi Ayam Bu Wido
yang berlokasi di kawasan Brumbungan. Meski hanya berwujud warung tenda, kedai
ini nyaris tidak pernah sepi.
Sepincuk nasi ayam makin nikmat dengan tambahan beraneka ragam sate.
Diantaranya sate telur puyuh, usus, ati ampela atau uritan. Tinggal pilih
sesuai selera.
![]() |
Nasi ayam Bu Wido |
9.
Pisang Plenet
Sesuai dengan namanya, olahan ini berbahan dasar pisang yang
dipipihkan. Oiya, sebagai informasi, ‘Plenet’ merupakan Bahasa Jawa dari kata
dipipihkan. Karena itulah dinamai pisang plenet.
“Pisang kepok yang cukup matang dibakar, kemudian diplenet hingga berbentuk bulat. Untuk yang original, satu tangkap
diisi nanas kemudian atasnya ditaburi gula halus. Tapi sekarang ada juga yang
berisi meses dan keju,”ujar Yuli, salah seorang pedagang Pisang Plenet di Jalan
Gajahamada.
Pak Yuli ini merupakan generasi kedua. Resep pembuatan diturunkan
dari sang ayah. Ia juga sempat beberapa kali berpindah lokasi, hingga akhirnya
kini memilih berjualan di Jalan Gajahmada, seberang Hotel Quirin.
Selain di lokasi tersebut, ada dua lagi yang cukup terkenal. Satu di
Jalan Pemuda depan toserba Sriratu dan satu lagi berjualan di Pasar Semawis
Kawasan Pecinan.
![]() |
Pisang Plenet |
10.
Leker
Satu lagi kudapan yang cukup populer di Semarang, Leker. Ada yang
bilang, kata Leker diambil dari Bahasa Belanda yang artinya enak.
Ciri khas Leker Semarang ini adonan kulit yang garing. Untuk isian,
biasanya irisan pisang, gula dan meses. Tapi, kini isian makin beragam, seperti
yang ditawarkan di Kedai 88 di Jalan Jagalan 32. Ragam varian rasa bisa dipesan
di kedai ini, dari varian manis berisi pisang yang kekinian berisi nutella,
atau penikmat gurih bisa juga memesan mulai dari telur, tuna dengan aneka
topping.
Rasanya? Leker!.
![]() |
Leker! ^^ |
0 comments