Dari Hutan ke Hutan Balikpapan

Tuesday, December 11, 2018






Akhirnya… setelah puluhan purnama hehehe, alhamdulillah ada waktu lagi untuk nulis di mari.  Kali ini tentang menyusuri tiga hutan wisata di Balikpapan.



Oiya, sebetulnya ini perjalanan saya dua tahun lalu, sangat berkesan dan sayang kalau disimpan sendiri. Sebetulnya lagi, agenda utama dari perjalanan ke Balikpapan sebatas menyaksikan langsung gerhana matahari di tepian pantai, tapi sayang lagi aja kalau nggak sekalian ngider ke lokasi-lokasi lainnya. Karena Kalimantan cukup terkenal dengan sejumlah hutannya, jadilah susur hutan sebagai bagian dari agenda liburan kala itu.


Mulai dari Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW). Oiya lagi, sebagai informasi, saya menginap di pusat kota Balikpapan dan menyewa sepeda motor sebagai alat transportasi ke tiap destinasi. Sedangkan Hutan Lindung ini terletak belasan kilometer dari pusat kota, jadi kalau ditempuh dengan sepeda motor pulang pergi plus nyasar (yaela mba.. udah ada layanan google map masih bisa nyasar? Manusiawi! Haha) ya lumayan bikin pantat kapalan. Hueheuhe.. Tapi asik kok, seriusan.

Untuk menyusuri area dengan luas sekitar 10 hektar ini, pengunjung wajib didampingi pasangan penjaga/pengelola hutan setempat. Hal ini untuk mengantisipasi pengunjung yang tersesat, iya donk jangankan hutan yang luas, menuju ke hatinya aja kadang bisa tersesat, terbelangsak ke hati orang lain, kekeke.  Selain itu juga menghindari serangan dari hewan buas.

Ada dua trek yang bisa dipilih, pendek dan panjang. Berhubung waktu yang saya miliki tidak banyak, saya ambil pilihan pertama yang dibuka dengan menyusuri rawa-rawa sepanjang 400 meter. Tenang, untuk melewatinya, ada jembatan berupa titian kayu. Jadi nggak perlu bletok-bletokan dalam lumpur.


Titian kayu sebagai jembatan untuk melintasi rawa-rawa

Sepanjang perjalanan, saya dan beberapa teman perjalanan tak hanya disuguhi  udara segar, tapi juga ditemani kawanan kera dan suara burung yang bersaut-sautan. Kadang juga ada suara kresek kresek yang bikin deg-degan sih. Apaan gitu.. tapi namanya juga kan hutan, jadi ya wajarlah ya..

Selesai dengan titian kayu yang membentang di atas rawa, kami memasuki hutan dengan pohon-pohon yang ekstra tinggi dan super besar. (Yaiyalah mba, kan hutan, masa iya pohonnya segede-gede toge). Lumayan takjub, maklumlah, selama ini mentok yang dilihat pohon-pohon gede di pinggir jalan. Berdasarkan keterangan dari bapak penjaga, sebagian besar pohon di hutan ini jenis Bangkirai, Ulin dan Meranti. Beberapa pohon ada yang bolong cukup dalam di bagian bawah. Kata dia, itu bekas cakaran beruang. Euw…


Wew, tinggi amat.
“Ini bekas cakaran beruang. Biasanya untuk taruh madu. Di sini juga masih ada macan dan orang tuan (tapi sayang.. mmm.. atau Alhamdulillah saya tidak bertemu),”kata Mas Khairul, salah seorang penjaga hutan yang menemani perjalanan kami.  

Trek pendek ini biasanya juga digunakan oleh pelajar untuk eduwisata, mengenal berbagai jenis flora dan fauna yang menghuni HLSW. Bagi yang masih penasaran, bisa lanjut treking sepanjang 8 kilometer hingga sampai di basecamp Jamaludin. Di sana terdapat menara pandang dan lokasi untuk berkemah. Sebetulnya saya ingin sekali merasakan kemah di hutan, sayang beribu sayang waktu sangat mepet. Saatnya geser ke hutan berikutnya.


Uji Adrenalin di Bukit Bangkirai

Usai tipis-tipis menapaki Hutan Lindung Sungai Wain, kami bergeser ke Bukit Bangkirai di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara. Hutan hujan tropis yang terkenal dengan Jembatan Tajuk atau Canopy Bridge-nya.

Bermodalkan GPS dan sedikit sok tau, kami melintasi jalan raya yang cukup panjangggggg dan superrr lengang untuk mencapai lokasi. Saking lengangnya, saya sempat berpikir “ini nggak nyasar kan ya”, “nggak masuk ke dunia parallel lainnya kan ya”, hehehee. Rasa deg-degan takut nyasar seketika sirna begitu gerbang bertuliskan Selamat Datang di Kawasan Wisata Alam Bukit Bangkirai terlihat. Fyiuh, aman.

Setelah membeli tiket kami dipersilakan untuk menjelajah dengan berjalan kaki. Namun kali ini tidak didampingi oleh guide atau penjaga hutan, hanya saya, teman seperjalanan dan beberapa pengunjung lain.

Pohon-pohon yang menjulang tinggi berada di kanan, kiri, depan, belakang. Kalau slalom pohon-pohon ini semacam rintangannya (porsi ultra big), kepot kanan, kepot kiri, awas akar melintang, LONCAATTT. Hehe, sori garing.

Yap, meski sudah terdapat jalur jalan setapak, memang banyak akar-akar melintang. Bahkan, ada satu pohon yang rubuh dan melintang di jalan. Bagian yang menghalangi jalan terpaksa digergaji, sehingga bisa dilewati. Saat saya melintasi, wow, sepinggang. Lebar sekali diameternya.

Sekitar setengah jam perjalanan, sampailah kami di Canopy Bridge. Sejumlah jembatan gantung terbentang di antara beberapa pohon. Digantungnya nggak sebatas semester dua meter dari atas permukaan tanah, tapi 20 – 30 meter. Kemudian nyali menciut. Hahaha..


sebuah menara berupa tangga yang melingkari pohon. kami menaiki ini sebelum melintasi jembatan tajuk.
Ayo Naik! Ajak rekan saya yang sudah lebih dulu menaiki tangga. Satu, dua, tiga, puluhan anak tangga yang melingkar di pohon saya tapaki. Penuh percaya diri. Jrenggg… Seger banget pemandangan dari atas sini. Hijau dedauanan berpadu langit dan angin sore. Ahh,, indahnya hari. Eh, terus nengok ke bawah. Ha ha haaaa… *gemeteran kaki


Separuh jalan menaiki tangga, kemudian nengok ke bawah. 


















Ayo Nyebrang! Eh, apa? Nyebrang ya? Yaiyalah, kan jembatan!. Ha Ha Ha. Saya kumpulkan keberanian, kemudian nyebrang dan nggak lupa sambil berdoa. Yup, uji adrenalin. Karena nyebrang ya nyebrang biasa aja, nggak dilengkapi tali pengaman yang melingkar di tubuh.



Sebelum menaikinya selintas saya membaca sekelumit informasi di papan pemberitahuan, mulai dari desainer jembatan, tahun pembuatan hingga material. Berdasarkan keterangan, jembatan dibangun pada tahun 1998 dan bisa bertahan hingga 20 tahun ke depan. Berarti tahun ini.

Balik lagi ke perkara sebrang menyebrang. Asik memang, memacu adrenalin, menikmati semilir angin dan hijau dedaunan. Saya menyebrangi dua jembatan, bolak balik enam kali. Kemudian turun. Sudah, cukup. Haha.




Nongkrongin Bekantan di Hutan Bakau

Hari berikutnya..

“Ehm.. ke Hutan Bakau? Kan di Pulau Jawa juga banyak,”kalimat tersebut yang kali pertama terlintas saat teman seperjalanan ngajakin main ke salah salah hutan mangrove di Kalimantan. Tapi belum sempat kalimat tersebut terlontar, dia sudah keburu menjawab.

“Ada Bekantan. Tau kan? Maskotnya Dufan. Monyet yang hidungnya panjang”.

Jadilah pagi-pagi buta kami ke Hutan Bakau Margomulyo, Balikpapan. Akses masuk ke hutan ini harus melewati gang rumah-rumah warga. Sesampainya di pintu masuk, ternyata digembok. Kami pun mencari rumah penjaga yang tak jauh dari lokasi.

“Kalau tidak digembok, biasanya sering anak-anak sekolah bolos dan pacaran di sini,”kata si ibu pemegang gembok.

Trek yang terbuat dari susunan kayu masih sedikit basah dan licin. Sepertinya semalam hujan mengguyur kawasan ini. Banyak daun bakau yang jatuh dan mulai membusuk. Sementara kami harus hati-hati berjalan di trek yang licin, mata termanjakan dengan hijau dedaunan bakau di kanan dan kiri perjalanan.




“Mana bekantannya sih?,”celetuk saya mulai tak sabar, setelah masuk lebih jauh ke dalam hutan.

“Ssssttt, diam makanya. Jangan berisik. Tuh di atas pohon ada dua,” kata seorang teman sembari membidik kameranya ke arah dua hewan tersebut. Begitu juga saya, ikut-ikutan membidik dengan kamera.

Itu bekantannya yang coklat. Ga keliatan ya? hehe.
Besok bawa lensa yang zoom nya lebih zoom, hehe.

Ah, tapi kejauhan, di pucuk pohon, mana tertutup dedaunan pula. Tak jelas terlihat. Mulai deh aksi panggil-panggil bekantan. Dari suit-suit, woy woy, baee, beb? Tapi mereka malah ngeloyor pergi. Ya sudah, bye.

Puas berkeliling, kami kembali ke trek awal. Lah, ternyata kawanan bekantan lagi pada ngumpul di sini. Arisan apa ya?. Tapi mereka sangat aktif, terlebih sangat mengetahui ada cewek manis macam saya. Berloncatan dari satu pohon ke pohon yang lain. Moto ah!



Berhubung fotografernya amatiran macam saya, gagallah sudah agenda moto bekantan. Untuk mengobati kekecewaan, saya moto ini saja. Memang bukan bekantan, hanya seorang pejantan, dan tidak ada hubungan dengan mantan. Sekian.




You Might Also Like

0 comments

Blogger Perempuan