Traveling Sendirian: Tentang Menghadapi Kenyataan dan Pembelajaran.

Tuesday, May 07, 2019

Sky Box, Menara Kuala Lumpur. Foto milik pribadi
Ingat tidak mrsBuckwheat pernah bilang ingin traveling ke luar negeri lebih sering tahun ini? Sejujurnya mrsBuckwheat saat itu pesimis harapannya akan terwujud, bahkan untuk 1 kali saja. Tapi rupanya, harapan itu didengar dan dikabulkan. Nggak tanggung-tanggung, mrsBuckwheat traveling cuma sendirian. Benar-benar sendirian tanpa teman atau saudara menunggu di sana, ataupun grup tur.

Sebenarnya, mrsBuckwheat akan pergi berdua dengan Whyte Cosmos. Sayangnya, Whyte Cosmos tiba-tiba punya keperluan yang tidak memungkinkan dia untuk pergi. MrsBuckwheat berkali-kali membujuk Whyte Cosmos, tidak mungkin mrsBuckwheat dapat ijin untuk traveling sendiri dan tidak mungkin juga mrsBuckwheat pergi sendirian. Dia tahu pasti, dia paling tidak suka traveling sendirian.

Entah kenapa, hari itu mrsBuckwheat memberanikan bertanya ke MrMint apakah dia boleh pergi sendiri. Di luar dugaan, MrMint hanya balik bertanya, "Memangnya berani pergi sendiri?". Dan mrsBuckwheat mengiyakan. Semudah itu mendapatkan ijin. Tentu saja sebelumnya (saat meminta ijin pergi berdua dengan Whyte Cosmos), mrsBuckwheat sudah menjelaskan kalau traveling ini diusahakan hanya akan memakai dana pribadi mrsBuckwheat, dan kalau ada kelebihan akan mrsBuckwheat ganti bagaimanapun caranya. Oleh karena itu, mrsBuckwheat benar-benar mengencangkan ikat pinggang selama di sana.

Mengapa mrsBuckwheat memutuskan untuk tetap pergi? Padahal dia paling tidak suka traveling sendirian? Kenapa juga dia bisa paling tidak suka pergi sendirian padahal mrsBuckwheat selalu mempromosikan dirinya sebagai penyendiri?

Sky Deck, Menara Kuala Lumpur. Foto milik pribadi
Tadinya mrsBuckwheat merasa yakin dengan pertimbangan Malaysia itu dekat dengan Indonesia, fasilitas transportasinya juga terintergrasi dengan baik, bahasanya cukup mudah dimengerti (kalau tiba-tiba lupa Bahasa Inggris bisa pakai Bahasa Melayu atau Bahasa Indonesia. Dan, yang paling membuat mrsBuckwheat yakin, dulu dia pernah tinggal di Selangor kurang lebih 1 bulan. Sudah terbiasa kemana-mana naik bis, MRT, LRT, monorail, dan lain-lain.

Kenyataannya, hanya membuat detail itinerary dari KLIA2 ke hotel saja, vertigo mrsBuckwheat kumat. Baru tersadar, selama di Selangor dulu mrsBuckwheat hampir sama sekali tidak pernah berpikir tentang masalah transportasi. Sebagai satu-satunya engineer perempuan di kelompoknya, ia cukup mengikuti teman-teman dan kolega-koleganya yang notabene semuanya laki-laki. Kalaupun ia ingin pergi ke sesuatu tempat, ia cukup bilang ke teman lokalnya. Temannya itu akan dengan senang hati mengantar mrsBuckwheat kemana pun dia mau pergi. Makanya, seingat mrsBuckwheat semuanya sangat mudah waktu itu *tepok jidat*.

Enam hari sebelum keberangkatan, MrsBuckwheat mulai beristirahat. Sisa pekerjaan decluttering rumah dirapikan sedikit-sedikit, demi menghemat tenaga. Tadinya sih mau menyelesaikan kamar depan di lantai dua. MrMint bilang dia bisa tidur di sana nantinya. Memang tempat tidurnya yang sekarang tidak nyaman. MrsBuckwheat mengerti itu karena dulunya itu tempat tidur MrsBuckwheat. Setelah operasi tahun lalu, MrsBuckwheat minta tukaran tempat tidur. Setelah dipikir-pikir, selama MrsBuckwheat pergi, MrMint bisa tidur di tempat tidurnya yang dulu. V juga akan menginap di rumah sepupunya, mereka memang sedang libur sekolah.

Lima hari sebelum keberangkatan, mrsBuckwheat mulai demam, kedinginan, vertigo, mual, nyeri sendi dan lemas. Ketakutan akan traveling sendirian. Aneh ya? Penyendiri yang takut bepergian sendirian. Untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun, mrsBuckwheat kelepasan menangis di tempat umum, gara-gara hujan. Hujan yang tidak punya toleransi, turun saat MrsBuckwheat tidak bawa payung dan sedang tidak baik-baik saja. Di hari yang sama, malamnya V juga demam. V sudah berkali-kali bilang kalau ia tidak mau mrsBuckwheat pergi sendiri, ia khawatir, dan ia akan kesepian. Jadi, MrsBuckwheat bilang kalau sebaiknya V mendoakan perjalanan mamanya supaya lancar selalu sampai pulang lagi ke rumah. Akhirnya V menurut ditambah dengan pesan supaya mrsBuckwheat tidak pergi ke tempat-tempat mewah yang bikin ia iri nantinya. Hahaha...noted, baby...

Singkat cerita, MrsBuckwheat akhirnya berangkat tanpa itinerary pasti. Ia hanya mengeprint tiket-tiket, voucher hotel, peta-peta rute fasilitas transportasi seperti bus GoKL, MRT, LRT, dan monorail, semalam sebelum keberangkatan.

Di hentian bas. Foto milik pribadi
Traveling sendirian ternyata memang salah satu momok terbesar MrsBuckwheat. Sempat dia berpikir untuk membatalkannya karena sedang sakit, tapi ia urungkan begitu teringat dana yang sudah ia keluarkan dan tidak bisa direfund. Okay, you can call her crazy..

Menghadapi Kenyataan

MrsBuckwheat tahu pasti, ia paling benci traveling sendirian. Banyak kelemahannya yang harus ia hadapi, mau tak mau. Ia tidak punya pilihan selain menjalaninya. Tidak ada yang mudah baginya saat traveling sendirian.

Pertama, Harus tidur sendiri. Sebelum menikah, MrsBuckwheat tidur satu kamar dengan mamanya. Saat menyewa kamar pun (sewaktu kuliah dan bekerja), ia selalu tidur dengan lampu dan TV menyala, dan terbangun setiap 2-3 jam. Iya, dia sangat penakut. Bukan tanpa alasan, mrsBuckwheat punya beberapa pengalaman tidak menyenangkan dengan yang tak kasat mata, terutama di malam hari. Sewaktu kecil, teman imajinasinya adalah hantu jendela. Setelah remaja, kadang-kadang ketika terbangun di malam hari atau setengah terbangun, hmm.....yah begitulah...ia harus pura-pura tidur lagi sambil terus-terusan berdoa di dalam hati. Sekarang mata batinnya sudah ditutup tapi dia kadang-kadang masih merasakan. Sebelum ini, mrsBuckwheat beberapa kali bepergian sendiri tanpa khawatir tidur sendirian karena justru tengah malam ia harus pergi ke site untuk menginstall perangkat, upgrade perangkat, atau melakukan maintenance perangkat yang hanya boleh dilakukan setelah jam 12 malam. Sewaktu di Selangor, dia juga tidur di antara koper dan bajunya yang tersebar di kasur.
Begitu juga malam kedua di hotel di Shah Alam, mrsBuckwheat tidur di sofa ruang tamu. Nggak lagi-lagi deh berani menginap di suite hotel sendirian. Untungnya, kali ini mamanya mrsBuckwheat membekalinya obat yang super bikin ngantuk. Begitu lewat tengah malam dan masih terjaga, mrsBuckwheat buru-buru minum 1 tablet dan teler sampai pagi.

Kedua, Not only a loner, but a lonely loner. MrsBuckwheat tiba-tiba merasakan lagi perasaan yang ia kira telah hilang. Kesepian yang menyesakkan dada. Karena sebenarnya, mrsBuckwheat tidak suka sendirian dan merasa kesepian. Sejak remaja ia merasa tidak punya pilihan selain meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia tidak membutuhkan siapapun dan ia suka kesendirian. Mungkin akibat terlalu sering mendengar agar ia tidak merepotkan orang lain atau terlalu sering mendengar pertengkaran dan curhatan lepas tentang rumah tangga orangtuanya sejak kecil. Ia jadi merasa dirinya tidak diinginkan, suatu kesalahan, dan tidak punya tempat untuk mengeluarkan perasaannya. Ia mengerti itu bukan salah orangtuanya karena papanya terlalu capek bekerja di lapangan dan jarang pulang, sementara mamanya terlalu sibuk bekerja berusaha menutupi kebutuhan rumah tangga dan menjaga tiga anaknya. Jadi wajar kalau mereka kelepasan mengeluh, bercerita mengeluarkan uneg-uneg mereka. Ia juga hanya berani meminta sesuatu ke papanya lewat surat. Mungkin sejak itu, mrsBuckwheat berubah menjadi humanoid robot. Ia tidak merasa nyaman disentuh orang lain. Ia tidak pernah menangis kalau filmnya sad ending. Baginya, hidupnya lebih menyedihkan. Ia bahkan dijuluki "woman without emotion" di SMA. Sewaktu kuliah, ia sengaja memilih kota yang cukup jauh dari rumah dan memastikan ia tidak punya saudara di sana. Ia berhasil meyakinkan dirinya kalau ia puas hanya dengan dirinya. Ia terbiasa mendengarkan orang lain dan membaca mimik wajah mereka, sebelum memutuskan untuk membuka diri atau tidak.
Sekarang, MrsBuckwheat tidak ingin "diingatkan" tentang itu lagi. Tapi perjalanan sendirian ini seperti membuka luka lama.

Ketiga, Terlalu keras dengan diri sendiri. Saat bepergian sendirian, MrsBuckwheat cenderung sangat keras terhadap dirinya sendiri. Berbeda jika bersama orang lain, ia cukup memberikan rasa toleransi dan tenggang rasa. Ketika traveling sendirian, MrsBuckwheat sering lupa diri. Lupa harus beristirahat, lupa harus makan, lupa harus menikmati momen itu. Ia menetapkan standardnya sendiri. Tak jarang ia menahan tangis, ia merasa sangat capek dan sedang merusak badannya, tapi entah kenapa tidak bisa berhenti.

Keempat, Clueless. Kemampuan berpikir MrsBuckwheat sebenarnya tidak begitu baik kalau terburu-buru. Ia dari dulu susah membedakan kanan dan kiri, dan menentukan arah. Selama perjalanan ini memang beberapa kali kejadian dia salah mengambil arah. Pernah juga terlalu panik, ia sampai lupa semua bahasa. Sang lawan bicara mencoba berbicara dengannya dalam beberapa bahasa. Sampai saat orang itu berbicara dalam Bahasa Indonesia pun..... server error...

Foto milik pribadi

Pembelajaran

Pertama, Function well when nurturing. Traveling solo ini menyadarkan MrsBuckwheat dirinya berfungsi dengan baik saat menjaga orang lain daripada saat dirinya sendirian. Ia sadar betapa berantakannya dia kalau tidak memiliki seseorang yang bergantung padanya. Walaupun mungkin terbeban, pikirannya lebih cepat dan tanggap. Ia juga jadi lebih memperhatikan dirinya saat memperhatikan orang lain. Ia berhenti saat orang itu capek, makan saat orang itu makan, tersenyum dan tertawa saat orang itu tersenyum dan tertawa.
Dulu, tujuan hidup mrsBuckwheat hanya mencari uang yang banyakkkkkk dan berkeliling dunia bersama mamanya, dan hidup single selamanya. Saat seniornya menasihati semestinya ia tidak bekerja sebagai engineer lapangan, pindah ke bagian kantor, dan menikah, mrsBuckwheat hanya mengangguk-ngangguk tidak peduli. Siapa sangka, dalam semalam tujuan hidupnya berubah...karena "seorang" bayi. Kakak MrsBuckwheat harus pergi ke Singapura sebentar. MrsBuckwheat menawarkan diri untuk mengurus bayi kakaknya untuk semalam. Malam itu, tangannya tersiram air panas, tidurnya berkurang. Keesokan paginya ia sangat mengantuk di kantor. Tapi dia merasa sangat senang. Ia punya teman tidur, yang harum, hangat, berisik, menerima dirinya apa adanya, dan suka tersenyum.
Ketika akhirnya ia memiliki bayinya sendiri, ia melepaskan karirnya dan semua mimpinya. Menutup telinganya rapat-rapat karena seketika merasa menjadi "public enemy". Bagaimana dia bisa segila itu "menghentikan" satu sumber pemasukan rumah tangga dan menolak penawaran kantornya.
Perjalanan ini menyadarkan bahwa selama ini ia bergantung pada bayinya, bukan sebaliknya. Hanya di depan bayi-bayi dan anak-anak, ia berani menyanyi berantakan dan menari dengan bodohnya.  Ia merasa benar-benar menjadi manusia yang sesungguhnya.

Kedua, Common sense. Sebelum berangkat, MrsBuckwheat banyak browsing tentang tips traveling sendiri bagi perempuan. Dari semua artikel, semuanya menitikberatkan ke pakaian, peluit, cincin, dan common sense. MrsBuckwheat mencoret dress dan rok dari daftar bawaannya, membeli peluit, memakai cincin mamanya, dan mencari tahu apa itu common sense hehe... Common sense adalah kemampuan dasar untuk merasakan, memahami, dan menilai. Kita harus dapat membaca situasi, seperti jalan yang sepi, pulang tidak larut malam, orang asing yang terlalu dekat, kapan harus berbagi informasi, informasi apa saja yang tidak boleh diberitahukan, dan sebagainya. Selain itu, kita perlu check-in berkala. Maksudnya, memposting sesuatu di sosial media secara teratur (MrsBuckwheat memakai IG dan Twitter). Lebih aman kalau tempat pastinya tidak diiinfokan di sosial media. Itinerary kita juga harus dishare dengan seorang teman atau keluarga. Jadi teman-teman kita bisa tahu kalau ada yang salah saat kita tidak memposting apapun dan orang asing juga tidak bisa melacak tempat kita. Jangan lupa, banyak berinteraksi dengan orang-orang di sekitar, seperti pegawai hotel, pekerja 7 eleven di dekat hotel, penjaga keamanan di hotel, pelayan di restoran yang sering dilewati. Semakin banyak yang mengenali kita semakin bagus.
Saat berbicara dengan sesama perempuan, MrsBuckwheat memakai intonasi dan ekspresi wajah biasa sehari-harinya. Sedangkan, saat berbicara dengan laki-laki, MrsBuckwheat menggunakan intonasi dan ekspresi formal ala ibu-ibu. Sampai-sampai sering ditanya, "Are you here for business?".

Ketiga, Liburan = cantik. Liburan kali ini penampilan MrsBuckwheat hancur berantakan. Benar-benar hancur berantakan. Hanya dalam sehari kulitnya mengalami break out akibat sering terkena sinar matahari dan rambutnya juga semakin tidak bisa diatur karena lembabnya udara. Urat-urat di sekitar matanya jadi menonjol dan mengeras, mungkin keseringan berpikir. sampai-sampai Ia menyerah dengan penampilannya di hari kedua. Sungguh tidak tertolong. Saat berkaca, MrsBuckwheat sempat kepikiran, "Apa yang sedang aku lakukan? Kenapa mukaku jadi begini?". Sebenarnya tidak terlalu masalah, foto dirinya memang sedikit sekali. Dan nggak ada yang peduli juga.


Hasil/ Output

  • Meningkatkan common sense. MrsBuckwheat sudah lama tidak bepergian sendiri jadi perjalanan ini seperti memaksa dia untuk belajar lagi.
  • Mengetahui kelemahan dan kekuatan. It's Okay to be Not Okay. Dua hari ini mrsBuckwheat berbaik hati kepada dirinya sendiri dengan banyak tidur dan banyak menangis. Ia menyesal kenapa selama traveling ia terlalu keras pada dirinya sendiri. Beratnya sampai turun 2.5 kg dalam 3 hari.
  • Mengetahui komunikasi yang baik hampir bisa menyelesaikan semuanya. MrsBuckwheat belajar bahwa dengan bertanya dan berkomunikasi, perjalanannya menjadi lebih mudah. 
  • Menyadari masalah internal. MrsBuckwheat memiliki masalah internal yang krusial. Masalah ini sudah lama ia simpan sendiri beberapa tahun entah tepatnya mulai kapan, tanpa bermaksud demikian. Sebenarnya dia sudah berkali-kali mencoba membicarakan, yang sebenarnya adalah permohonan "minta tolong". Tapi sayangnya, selalu gagal. Ia juga sudah mencoba berbagai cara untuk mengatasinya sendiri tapi tetap gagal. Lalu ia mencoba menerimanya saja, tapi rasanya semakin menyiksa. Masalahnya terlalu top secret dan sacred untuk diceritakan di sini. Yang pasti, suatu hal membuat MrsBuckwheat kembali menjadi humanoid robot, yang akhirnya memunculkan suatu anxiety yang sebenernya sudah lama hilang, anxiety ini memunculkan masalah krusial yang bertabrakan kebutuhan penting seseorang. Seorang teman meyakinkan mrsBuckwheat untuk membicarakan dengan jujur masalah ini tapi mrsBuckwheat sangat takut akan hasilnya nanti. Apakah orang tersebut mengerti bahwa ini adalah "jeritan" minta tolong atau sekali lagi mengacuhkannya dan mengganggapnya tidak masuk akal atau malah justru hatinya tersakiti. Sering MrsBuckwheat berpikir lebih baik ditunggu saja siapa yang akan bertahan dan sampai kapan, karena jujur situasi seperti ini suatu saat pasti akan meledak. Atau bahkan bermimpi menjadi humanoid robot yang sesungguhnya agar kepentingannya tidak bersinggungan dengan kepentingan orang lain, dan bisa melayani orang lain dengan baik. Tapi setelah dipikir-pikir selama traveling sendirian, mrsBuckwheat yakin pihak tersebut berhak untuk segera mengetahui masalah yang sebenarnya, entah akan mengerti atau tidak mengerti, menolong atau justru marah, itu akan menjadi konsekuensi MrsBuckwheat. Seorang dewasa yang bertanggung jawab harus bisa menghadapi masalah dengan baik dan jujur tanpa melibatkan orang lain. MrsBuckwheat sudah sounding untuk membicarakannya malam ini. Dan sekarang ia merasa sangat-sangat mual saking groginya. 





Wish me luck!
-mrsBuckwheat-



P.S: If she's well enough, MrsBuckwheat will post about BTS tomorrow. Dan, lanjutan dari postingan traveling sendirian ini juga akan dibagi menjadi 3 post yang berbeda, yang tentu saja tidak se-emosional postingan ini. Sesungguhnya, mrsBuckwheat hanya orang yang konyol hehehehehehe... Sekarang MrsBuckwheat mau tidur dulu, mual juga mengetik bercerita tentang diri sendiri sebanyak ini. 


















You Might Also Like

0 comments

Blogger Perempuan