Berbagai Momen Khas Ramadhan yang Selalu Membekas

Sunday, June 16, 2019


Ramadhan memang istimewa. Ada saja nuansa khasnya yang selalu membekas di hati. Suka cita yang tergambar pada tradisi penyambutan, lezatnya kuliner-kuliner yang disajikan khusus selama bulan ini, dan utamanya tak ketinggalan menjalankan berbagai amalan guna meningkatkan ketaqwaan.

Berpuasa di bulan Ramadhan juga menjadi kewajiban yang harus dijalani oleh seluruh umat muslim di penjuru dunia. Tradisi dan tantangannya tentu bervariasi. Saya misalnya, tinggal di kota Semarang dengan mayoritas penduduk beragama Islam, tradisi dan tantangan dalam menjalankan ibadah puasa bisa jadi berbeda dengan teman-teman yang berada di Amerika Utara.

Nah, beberapa gambaran aktivitas teman-teman muslim di negeri Paman Sam tersebut bisa kita intip melalui  IMSA (Indonesian Moslem Society in America). Banyak program digelar sebagai bentuk dakwah, amal, hingga merekatkan ukhuwah. Termasuk sejumlah aktivitas saat Ramadhan lalu.

Sebelum lanjut mengintip berbagai aktivitas tersebut, saya perkenalkan terlebih dahulu beberapa tradisi unik bulan Ramadhan yang ada di tanah kelahiran saya, Semarang. 

DUGDERAN

Tradisi menyambut kehadiran bulan ke sembilan dalam kalender Hijriah ini bisa jadi berbeda di tiap daerah. Disitulah uniknya. Dugderan, salah satunya. Tradisi khas yang ada di Semarang, digelar sekitar seminggu jelang Ramadhan, di Jalan Pemuda, dekat Pasar Johar. 

Biasanya jalan tersebut ditutup sebagian, dijadikan pasar tiban dan pasar malam. Banyak pedagang musiman dan berbagai wahana permainan.

Satu kenangan masa kecil yang saya ingat dari tradisi ini. Bapak membelikan sepaket mainan terbuat dari tembikar. Isinya banyak, piring-piringan, gelas kecil, teko dan lain-lain. Biasanya untuk main pasaran (berjualan) atau masak-masakan. Di masa itu, tahun 90-an, bermain tembikar bersama teman-teman sudah seru banget. 

Bagi bocah-bocah, keceriaan menjajal berbagai wahana di pasar malam dan pulang dengan menenteng mainan menjadi salah satu yang ditunggu-tunggu dari Dugderan. Namun ternyata, inti dari tradisi ini ada di saat penutupan. Yaitu karnaval dan pemukulan bedug. Ya, Dugderan berasal dari ‘Dug’ yang merupakan bunyi bedug ditabuh dan ‘Der’ yang berasal dari bunyi meriam. Dahulu, dua benda tersebut dibunyikan sebagai penanda memasuki bulan suci Ramadhan.

Karnaval Dugderan / Sumber foto : dokumentasi pribadi

BUBUR INDIA 

Aroma kedatangan Ramadhan juga mulai tercium dari banyaknya tumpukan kurma di sejumlah pasar tradisional dan supermarket. Buah ini disuguhkan sebagai salah satu menu takjil untuk berbuka puasa. 

Selain kurma, tiap daerah juga biasanya memiliki sajian khas lainnya yang nggak kalah ngangeni. Termasuk Semarang. Di kota ini, tepatnya di Masjid Jami Pekojan terdapat kuliner khas yang hanya ditemui selama Ramadan. Bubur India namanya.

Bahan utama berasal dari beras, dimasak bersama racikan rempah-rempah yang memperkuat rasa. Makin nikmat dengan tambahan kuah sayur yang dituang di atasnya. Resep turun temurun tersebut berasal dari para pedagang India yang masuk ke Semarang. Karena itulah dinamakan Bubur India.

Bubur India dibagikan kepada warga yang datang ke Masjid / Sumber foto : dokumentasi pribadi

Tiap harinya takmir masjid yang merangkap sebagai peracik bubur memasak sekitar 20 kilogram beras. Dibantu beberapa warga, mereka mulai memasak sejak siang hari, setelah matang sebagian dibagikan pada warga sekitar. Kemudian sebagian lainnya disajikan bersama beberapa butir kurma dan segelas susu atau minuman lain untuk orang-orang yang berdatangan dan berbuka puasa di masjid ini.

Proses penyajian Bubur India / Sumber foto : dokumentasi pribadi

MINTA TANDA TANGAN

Bulan penuh berkah, bulan penuh ampunan. Perbanyaklah amalan. Salah satunya, Tarawih. Salat sunah yang hanya dikerjakan pada bulan Ramadhan. 

Dulu, waktu masih bocah, saya paling semangat kalau diajak Tarawih. Karena pulangnya suka dijajanin asinan dan jajanan lain. Hehe.. Selain itu, juga ada tugas dari sekolah. Mencatat ceramah, kemudian ditandatangani oleh penceramahnya. Jadilah, usai tarawih, kami uyel-uyelan ke dekat mimbar meminta tanda tangan. 

Memang, saat itu belum begitu paham makna Ramadhan dan berbagai amalannya. Mungkin karena itu, diminta mencatat, biar anteng mendengar dan menyimak, syukur-syukur isi ceramah ada yang nyantol dan meresap.

Sekarang sepertinya sudah tidak ada tugas semacam ini. Tapi tetap senang melihat anak-anak berbondong-bondong ke masjid. Lengkap dengan sarung dan pecinya, dan juga kerudung warna-warni yang dipakai anak-anak perempuan. Ada yang anteng tadarusan, tarawih dan mendengarkan ceramah. Ada juga yang pecicilan muter ke sana ke mari. Hehe.. 

Alhamdulillah, masjid ramai kembali dengan para jamaah.

Ngabuburit (menunggu waktu berbuka puasa) di pelataran Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) / Sumber foto : dokumentasi pribadi

Tadarusan di Masjid / Sumber foto : dokumentasi pribadi

SILATURAHMI 

Mudik. Satu lagi tradisi khas Indonesia. Jelang Lebaran, para perantau berbondong-bondong pulang ke kampung halaman. Keluarga besar biasanya berkumpul di rumah nenek kakek atau yang dituakan di keluarga. 

Momen libur hari raya ini biasanya juga dimanfaatkan untuk saling mengunjungi, bersilaturahmi sekaligus bermaaf-maafan. Ah iya, tidak ketinggalan lontong opor, sambal goreng ati, rendang dan juga nastar sebagai sajian istimewa di saat Lebaran. 

MESKI MINORITAS, RAMADAN TETAP BERKUALITAS

Walaupun ada sejumlah tradisi yang berbeda di tiap daerah, namun sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, euforia Ramadhan di Indonesia tetap kental terasa. Beribadah juga terasa dimudahkan dengan masjid yang tersebar di banyak tempat, adzan bersahut-sahutan tiap memasuki waktu salat, serta saling menghargai antara yang menjalankan puasa dan tidak.

Bagi teman-teman yang bermukim di negara dengan muslim sebagai minoritas, tentu memiliki tantangan tersendiri dalam menjalankan puasa Ramadan. Kehadiran rekan-rekan sepenanggungan yang tergabung dalam suatu wadah tak hanya menjadi penawar rindu akan kekhasan Ramadhan di tanah air tapi juga mendorong optimalisasi ibadah. 

IMSA salah satunya. Organisasi nirlaba ini mewadahi saudara-saudara muslim Indonesia maupun keturunan Indonesia yang bermukim di Amerika Utara. Beragam program digelar guna meningkatkan keimanan, wawasan, mempererat ukhuwah sekaligus menyebarkan kemuliaan Islam.

IMSA (Indonesian Moslem Society in America) / Sumber gambar : www.imsa.us
Program Ramadan IMSA Care, diantaranya. Melalui program ini, anggota-anggota IMSA dapat berpartisipasi dalam sejumlah kegiatan sosial. Diantaranya dengan berdonasi di sub program Ramadan Peduli Sesama, Belanja Bareng Yatim & Dhuafa, Berbagai Buka Puasa, Alim Scholarship dan lain-lain.

Adapula IMSA Sister. Program ini fokus pada pemberdayaan potensi para muslimah untuk membentuk kepribadian yang Islami serta memiliki ketrampilan dalam menjalankan rumah tangga. Selain perempuan, organisasi ini juga merangkul anak-anak muda melalui program IMSA Youth. IMSA Radio juga dimanfaatkan sebagai salah satu media untuk aktif berdakwah.Tak ketinggalan, Muktamar sebagai ajang silaturahmi masyarakat muslim di negeri Paman Sam. 

Jadi, meski tergolong minoritas, bersama IMSA rekan-rekan di perantauan pun sedikit banyak dapat menikmati euphoria Ramadan, mengoptimalisasi ibadah sekaligus berkontribusi dalam penyebaran syiar Islam dengan berbagai aktivitas postifinya.

Akhir kata, tradisi yang mewarnai Ramadhan di tiap negara boleh jadi berbeda, namun kehangatannya tetap sama. Mari melanjutkan amalan-amalan selama bulan Ramadhan, rekatkan ukhuwah dan tebar nilai-nilai luhur agama Islam, di mana pun berada.
***
Artikel ini diikutkan dalam Blog Competition Ramadan Bersama IMSA






You Might Also Like

0 comments

Blogger Perempuan